Perpustakaan Islam dimasa Kehancuran



Sejarah yang sangat Dahsyat tetapi masih kurang terdengar oleh Muslim sekarang. Oleh karena itu Khusus tentang sejarah gemilang umat Islam dalam masalah buku dan perpustakaan, kami punya banyak catatan sejarah. Dan anda bisa pula telurusi di berbagai buku yang ditulis oleh para ulama senior. Salah satu di antaranya buku yang berjudul "Min rawa’ii hadharatina", ditulis oleh Dr. Mustafa As-Siba’i, seorang ulama besar abad ini.

Di dalamnya beliau banyak menulis hal-hal yang akan membuat bangga umat Islam.

Dalam sejarah peradaban kita tercatat bahwa Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2000 dinar setiap bulan untuk para penerjemah dan penyalin buku. Al-Ma`mun selalu memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab.

Sekarang akan kami paparkan sebagian contoh perpustakaan umum dan perpustakaan khusus yang tersebut dalam sejarah peradaban kita.

a. Perpustakaan Khalifah Dinasti Fatimiyah di Kairo 
Perpustakaan yang paling terkenal adalah perpustakaan para khalifah dinasti Fatimiyah di Kairo. Perpustakaan ini sangat menakjubkan karena isinya berupa mushaf-mushaf dan buku-buku yang sangat berharga. Jumlah seluruh buku yang ada di situ mencapai 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh banyak sejarawan.

b. Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo 
Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo didirikan oleh Al-Hakim Biamrillah. Perpustakaan ini mulai dibuka pada tanggal 10 Jumadil Akhir tahun 395 Hijriah, setelah dilengkapi perabotan dan hiasan.

Pada semua pintu dan lorongnya dipasangi tirai. Di situ ditempatkan pula para penanggung jawab, karyawan dan petugas. Di situ dihimpun buku-buku yang belum pernah dihimpun oleh seorang raja pun.

Perpustakaan itu mempunyai 40 lemari. Bahkan ada salah satu lemari yang memuat 18, 000 buku tentang ilmu-ilmu kuno. Semua orang boleh masuk ke situ. Di antara mereka ada yang datang untuk membaca buku, menyalin atau untuk belajar. Di situ terdapat segala yang diperlukan (tinta, pena, kertas dan tempat tinta).

c. Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad 
Perputakaan ini didirikan oleh Harun ar Rasyid dan mencapai puncak kebesarannya pada masa Al-Ma`mun. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah universitas yang di dalamnya terdapat buku-buku.

Orang-orang berkumpul di situ, berdiskusi, muthala`ah dan menyalin buku. Di situ juga terdapat para penyalin dan penerjemah yang menerjemahkan buku-buku yang di peroleh Ar Rasyid dan Al-Ma`mun dalam penaklukan-penaklukan mereka Ankara, Amuria dan Cyprus.

Ibnu Nadim bercerita kapada kita bahwa telah terjadi surat-menyurat (korespondensi) antara Al-Ma`mun dan raja Romawi yang pernah dikalahkannya dalam sebagian peperangan. Salah satu syarat perdamaian yang ditetapkan Al-Ma`mun ialah agar raja Romawi membolehkan buku-buku yang ada di dalam lemari-lemarinya diterjemahkan oleh para ulama yang dikirim Al-Ma`mun, yang kemudian di sepakati dan dilaksanakan. Ini kisah paling agung yang diriwayatkan dalam sejarah mengenai penguasa yang menang perang.

Sang khalifah melihat harga bagi kemenangan itu tidak lebih mahal dari buku-buku ilmu pengetahuan itu tidak lebih mahal dari buku-buku ilmu pengetahuan yang dialihkannya kepada putera-putera umat dan negerinya.

d. Perpustakaan Al-Hakam di Andalus 
Perpustakaan ini sangat besar dan luas untuk ukuran di zamannya. Buku yang ada di situ sampai mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur sehingga sebuah katalog khusus diwan-diwan syi`ir yang ada di perpustakan itu mencapai 44 bagian.

Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang mahir. Pada masa Al-Hakam terkumpul khazanah-khazanah buku yang belum pernah dimiliki seorangpun baik sebelum maupun sesudahnya.

e. Perpustakaan Bani Ammar di Tripoli 
Perpustakaan ini merupakan salah satu lambang keagungan dan kebesaran. Di situ terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku. Mereka bekerja secara bergiliran siang dan malam supaya penyalinannya tidak terhenti.

Bani Ammar sangat gemar melengkapi perpustakaan dengan buku-buku yang langka dan baru. Mereka mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing.

Al-Maarri pernah memanfaatkan perpustakaan itu dan menyebutkannya di bagian bukunya. Mengenai jumlah buku yang dikandungnya ada perselisihan pendapat. Namun pendapat yang paling kuat adalah pernyataan bahwa perpustakaan itu memiliki buku sejumlah satu juta.

Perpustakaan Pribadi 
Perpustakaan-perpustakaan pribadi terdapat di setiap negeri di kawasan Timur dan Barat dunia Islam. Jarang Anda dapati seorang ulama yang tidak memiliki perpustakaan yang berisi ribuan buku. Perpustakaan-perpustakaan pribadi pada masa peradaban kita dahulu antara lain:

a. Perpustakaan Al-Fath bin Khaqan (terbunuh tahun 247 H) 
Al-Fath memiliki perpustakaan yang luas. Dia mengamanatkan pengumpulan buku-bukunya kepada seorang ulama dan sastrawan pilihan pada masanya, yaitu Ali bin Yahya al-Munjim sehingga di perpustakaannya terkumpul buku-buku hikmah yang sama sekali belum pernah terkumpul di perpustakaan hikmah sendiri.

b. Perpustakaan Ibnu Khasyab (Wafat tahun 567 H
Ibnu Khasyab adalah orang paling alim terhadap nahwu (gramatika Arab). Dia mempunyai pengetahuan luas tentang tafsir hadits, logika (manthiq) dan filsafat. Dia sangat gemar kepada buku hingga mencapai batas tamak. Kegemarannya ini memaksakannya menempuh jalan tak terpuji dalam mengumpulkan buku.

Sampaisampai diriwayatkan jika ia datang ke pasar buku dan ingin membeli sebuah buku, ia merobek sebagian kertasnya ketika orang-orang sedang lalai agar ia bisa mendapatkannya dengan harga murah. Jika ia meminjam buku dari seseorang kemudian orang itu memintanya kembali maka dia berkata, Ada kesangsian antara aku dan buku-buku itu sehingga aku tidak bisa mengembalikannya.

c. Perputakaan Jamaluddin al-Qifthi (Wafat tahun 646 H) 
Ia mengumpulkan buku yang tidak bisa digambarkan. Perpustakaannya selalu dituju oleh orang-orang dari berbagai penjuru karena mengharapkan kemurahan dan kedermawanannya. Ia tidak mencintai dunia selain buku-bukunya. Ia mewakafkan dirinya untuk buku-buku. Ia mewasiatkan perpustakaannya yang bernilai lima puluh dinar kepada An Nashir.

d. Perpustakaan Bani Jaradah al-Ulama di Haleb 
Salah seorang dari bani itu, Abul Hasan bin Abi Jaradah (548 H) menulis dengan khat-nya buku-buku berharga sebanyak tiga lemari. Satu lemari untuk anaknya, Abu Barakat, dan satu lemari untuk anaknya, Abdullah.

e. Perpustakaan Muwaffaq bin Muthran ad Dimasqi (587 H) 
Ia mempunyai semangat tinggi untuk mendapatkan buku sehingga tatkala telah meninggal di lemarinya terdapat buku-buku kedokteran dan buku-buku lain sebanyak 10.000 Untuk membantunya, ada tiga orang penyalin yang selalu menuliskan untuknya. Para penyalin itu diberi gaji dan nafkah. Itulah beberapa contoh perpustakaan umum dan perpustakaan pribadi yang pernah memenuhi peradaban kita pada masa silam. Hal ini membuktikan, betapa tingginya kita menjunjung keilmuan.

Petaka yang menimpa Perpustakaan Dunia Islam 
Selanjutnya, jika kesukacitaan memenuhi jiwa kita ketika berbicara tentang kemerataan perpustakaan-perpustakaan kita berupa penghancuran dan pembakaran-pembakaran terhadap buku-buku tersebut yang tak dapat dinilai berapa kerugian ilmu yang terkandung untuk selama-lamanya.

Perpustakaan-perpustakaan kita telah ditimpa petak yang memusnahkan jutaan bukunya sehingga dunia kehilangan buku-buku itu untuk selama-lamanya padahal buku-buku itu termasuk peninggalan paling berharga dari pemikiran manusia dalam sejarah.

Petaka itu ditimpahkan oleh tentara Tatar ketika mereka menaklukkan Bagdad. Yang pertama kali dihancurkan sebelum menghancurkan yang lain adalah perpustakaan. Tentara Tatar yang biadab melemparkan semua buku yang mereka dapatkan di perpustakaan-perpustakaan umum ke sungai Dajlah sehingga sungai itu penuh dengan buku-buku. Sampai-sampai seorang penunggang kuda bisa melintas di atasnya dari tepi ke tepi sungai. Air sungai tetap hitam pekat selama berbulan-bulan lantaran bercampur dengan tinta buku-buku yang ditenggelamkan ke situ.

Petaka serangan Salib juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perputakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Salah seorang sejarawan menaksir, buku-buku yang di musnahkan tentara Salib di Tripoli sebanyak tiga juta Buah. Petaka penduduk Spanyol atas Andalus juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perputakaan besar yang diceritakan sejarah dengan mencengangkan. Semua buku di bakar oleh pemeluk-pemeluk agama yang fanatik. Bahkan buku-buku yang dibakar dalam sehari di lapangan Granada menurut taksiran sebagian sejarawan berjumlah satu juta buku.

Petaka-petaka umum itu beralih kepada petaka-petaka akibat fitnah-fintah intern. Perputakaan para khalifah dinasti Fatimiyah berakhir riwayatnya karena di serang oleh masa dari kalangan budak Turki. Mereka menyalakan api di dalam perpustakaan itu dan seorang budak membagi-bagi cover-cover buku, kemudian dijadikan sandal-sandal yang mereka pakai. Sejumlah besar buku mereka lempar ke sungai Nil dan sebagian diangkut ke wilayah-wilayah lain, sedang sisanay diterbangkan angin sehingga menjadi gundukan buku.

Di Haleb (Aleppo)terdapat sebuah perpustakaan yang sangat besar yang disebut Khazanah Sufisme. Ketika terjadi bentrokan karena fitnah antara Sunnah dan Syiah pada hari-hari Asyura, perpustakaan ini di rampas dan isinya dijual dan sisanya dirampas. Petaka paling aneh yang menggelikan adalah yang diperbuat oleh orang-orang dungu terhadap ilmu dan buku. Amir bin Fatik, salah satu amir Mesir di abad ke-5 Hijriah mempunyai sebuah perpustakaan besar. Sebagian besar waktunya dugunakan untuk duduk di situ. Ia mempunyai seorang isteri keturunan bangsawan tetapi dirasuki cemburu terhadap buku-buku tersebut (karena suaminya begitu gemar membaca dan mencintai buku-bukunya).

Ketika Amir bin Fatik wafat maka si isteri beserta pelayan-pelayannya mendatangi perpustakaannya. Ia begitu sakit hati terhadap buku-buku tersebut karena telah melalaikan suaminya dari dirinya. Ia menangisi dan meratapi suaminya sambil melemparkan buku-buku itu ke kolam besar di tengah rumah (dengan dibantu oleh para pelayannya). Begitulah yang di perbuat seorang isteri yang marah karena suaminya mencintai buku. Ia menuntut balas kepada buku-buku itu setelah suaminya wafat.

Di kalangan wanita kita pun ada yang cemburu terhadp buku-buku seperti kecemburuan isteri yang mulia tersebut. Dulu isteri Imam Zuhari ketika melihatnya sedang asyik membaca buku pernah berkata kepadanya, Demi Allah, buku-buku berat atas diriku daripada tiga orang madu! Inilah pembicaraan tentang perpustakaan-perpustakaan kita pada masa-masa peradaban kita berikut kesudahan yang dialaminya. Kini perpustakaan-perputakaan di Eropa telah memelihara sisa-sisa yang tertinggal dari pusaka kita. Di situ banyak tersimpan karangan-karangan berbahasa Arab yang tak didapati padanannya di seluruh dunia Islam saat ini.

Demikian sekelumit gambaran betapa di masa lalu umat Islam berjaya di bidang buku dan perpustakaan. Adalah menjadi tugas kita untuk mengembalikan kejayaan itu dengan mulia mencintai buku. Banyak sekali Hikmah yang dapat Kita ambil dari Cerita tersebut. Semoga membawa Perubahan besar untuk Islam kedepannya.