Banyak yang bertanya Kenapa Negara Ini dinamakan Indonesia? memang tidak terbayang dibenak Kita apa yang dipikirkan Oleh orang-orang terdahulu. Begitu luasnya, begitu banyaknya, Orang di Tanah Air ini bisa menyepakati Nama tersebut. Banyak juga pendapat yang Menyatakan dari berbagai segi Keagamaan dan Logika juga Penelitian. Seperti dibawah ini. Ada yang menyimpulkan Nama Indonesia ini dari ke-9 Wali Songo.
Siapa yang tidak kenal Wali Songo, Sembilan Wali yang
menyebarkan Islam di tanah Jawa, entah ini suatu kebetulan atau bagaimana nama
9 wali jika digabungkan akan menjadi kata INDONESIA, berikut penjabaranya:
I – Ibrahim Malik (Sunan Gresik)
N – Nawai Macdhum (Sunan Bonang)
D – Dorojatun R Khosim (Sunan Drajat)
O – Oesman R Djafar Sodiq (Sunan Kudus)
N – Ngampel R Rahmat (Sunan Ampel)
E – Eka Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati
S – Syaid Umar (Sunan Murya)
I – Isyhaq Ainul Yaqin (Sunan Giri)
A – Abdurahman R Syahid (Sunan Kali Jaga)
Semua ini tak lepas dari kuasa Allah, Allah menjadikan
Indonesia sebagai negeri yang makmur dan sangat kaya akan potensi alamnya,
Allahhuakbar Allah telah anugrahkan semua keindahan ini kepada Indonesia. Misteri Dibalik Nama INDONESIA
Pernahkah kita menghitung angka dari kata “INDONESIA”?
Subhanalloh… akan didapat keajaiban yang luar biasa. Jadi, mari, kita coba
hitung
Abjad = Urutan Angka
I : 9
N : 14
D : 4
O : 15
N : 14
E : 5
S : 19
I : 9
A : 1
Dari semua angka, yang muncul hanya angka “1-9-4-5”, tidak
ada angka 2,3,6,7,8. Tentu ini bukan kebetulan. Ini adalah kehendak dan karunia
dari Allah. Mari coba kita jumlahkan semua angka dari kata “INDONESIA”,
jumlahnya “90”. Dalam al-Qur’an surat ke-90 adalah Surat Al-Balad, yang Artinya
“NEGARA”.
Tentu ini bukan suatu kebetulan, ini semua karunia yang luar
biasa dari Allah. Mungkin ini juga jawaban pada hadits Nabi yang mengatakan
bahwa akan ada Negeri di atas awan bernama samudra yang dikelilingi air dan
menghasilkan banyak ulama. Ternyata negeri itu adalah INDONESIA baldatun thoyyibatun wa
robbun ghofur. Mari Indonesiakan Indonesia kita jangan sia-siakan. Mari
kita wujudkan rohmatan lil ‘alaamiin
Nah kita Harus bersyukur bila pernyataan diatas itu Benar. Ada lagi pernyataan, seperti yang dilansir dari Situs Wikipedia:
Nama Indonesia berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama, sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan"). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1] Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. [1]
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia").
Dan ada lagi yang Memberikan Pendapat bahwa sejarah singkat Asal Usul Nama Indonesia adalah Sebagai Berikut:
Nama Indonesia berasal dari bahasa Latin, Indos dan Nesos yang artinya India dan pulau-pulau. Nama Indonesia yang dimaksud adalah pulau-pulau yang ada di Samudera India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia. Pada sekitar tahun 1920 partai-partai politik dan organisasi massa zaman Hindia Belanda dan organisasi pelajar mahasiswa Indonesia di Nederland sudah menggunakan sebutan Indonesia. Misalnya, nama perhimpunannya sejak tahun 1922 telah diganti namanya dengan Perhimpunan Indonesia. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya nama tersebut lebih banyak lagi dipergunakan. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan juga semenjak hari kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, istilah Indonesia menjadi nama resmi di seluruh tanah air, bangsa, dan negara kita Indonesia.
Sejarah Nama Indonesia
Semenjak disebutkan berdirinya Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur) sampai dengan Tarumanegara (Jawa Barat) yang merupakan kerajaan kuno bersifat lokal wilayah setempat dengan pengaruh kebudayaan Hindu dan selanjutnya dikemukakan pengenalan kejayaan kerajaan nasional Sriwijaya dan Majapahit maka telah ada nama bagi wilayah kepulauan yang merupakan tanah air bangsa Indonesia, yaitu Nusantara sebelum kedatangan bangsa Barat di Indonesia, yang terletak di sekitar khatulistiwa, tepatnya berada di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta di antara Benua Asia dan Benua Australia. Nama Nusantara diberikan oleh pujangga Majapahit, sedang bangsa India memberikan nama pada Indonesia dengan Dwipantara. Kemudian, pada masa penjajahan Belanda, Indonesia diberi nama Hindia Belanda atau Nederlands Indie oleh pemerintah penjajah Belanda.
Sejak zaman purba, kepulauan Nusantara kita sudah dihuni manusia. Jaman peradaban batu terjadi dua golongan perpindahan bangsa dan daratan Asia menyeberang ke kepulauan di Samudera India, kemudian menyebar dan Madagaskar sampai ke Filipina dan Melanesia, yang akhirnya hidup menyatu dengan penduduk asli setempat. Inilah yang disebut sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Penduduk asli inilah yang diakui sebagai nenek moyang bangsa Indonesia dan mereka telah memiliki suatu nilai kehidupan yang berbudaya tinggi menurut kondisi pada saat itu, jauh dan waktu-waktu datangnya pengaruh asing atau bangsa-bangsa yang lain. Nenek moyang kita pada umumnya saat itu hidup dan bertani dan menjadi nelayan/pelaut. Sebagai sisa warisan nenek moyang ialah berupa perahu bercadik, yang kita kenal sebagai peninggalan masa lalu.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa nenek moyang kita di Nusantara ini hidup di berbagai ribuan pulau. Nenek moyang kita tinggal dalam kelompok-kelompok kecil sebagal masyarakat yang terisolasi oleh alam, yang satu dengan yang lain terpisah-pisah dalam kelompok, yang akhirnya hal ini menimbulkan suku-suku yang memiliki budayanya masing-masing yang satu berbeda dengan yang lain, kesenian serta adat istiadat, kebiasaan, dan lain-lain. Meskipun perbedaan-perbedaan tersebut tidak terlalu mencolok tajam, segenap perbedaan budaya suku-suku yang ada akan memberikan bentuk pada kekayaan budaya suatu bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia. Pada kebudayaan Indonesia asli yang telah dinilai memiliki unsur-unsur budaya yang luhur, berupa antara lain sifat religius suatu kepercayaan terhadap zat yang gaib (bisa dinamakan Hyang Widhi, Hyang Tunggal, ataupun Tuhan), juga sikap menghormati terhadap roh para orang tua dan roh nenek moyang sebelumnya, rasa peri kemanusiaan yang ikhlas tanpa membedakan sumber dan warna kulit, rasa persatuan dan kesatuan yang terbina sangat erat dalam bentuk kekeluargaan maupun sikap luwes dalam pergaulan melalui bentuk musyawarah dan kegotongroyongan yang tinggi dalam lingkup keluarga, masyarakat dan bentuk nagari, sikap ramah tamah, suka bekerja keras tanpa pamrih, serta rasa keadilan yang merata dalam lingkungannya. Semua hal yang tersebut di atas merupakan gambaran yang mencerminkan ciri-ciri khas kehidupan serta kepribadian bernilai luhur yang telah dimiliki oleh nenek moyang kita sejak zaman dahulu kala.
Nah, bagaimana? Pasti kamu makin pusing. Tetapi karena adanya Hal seperti ini semoga bisa menambah semangat Kita agar Kita ingin selalu mengenal, menjaga dan menyayangi Negeri ini. Sudah sepantasnya sebagai Anak Bangsa berbalas Budi terhadap Kasih Tanah Air ini.